CERMAT KITA – Di tengah meningkatnya biaya hidup dan ketidakpastian ekonomi, semakin banyak anak muda hingga pekerja berpengalaman yang mengaku kesulitan mengelola keuangan pribadi. Laporan dari berbagai lembaga riset finansial tahun ini menunjukkan bahwa kecenderungan menurunnya kondisi finansial bukan hanya disebabkan gaji stagnan atau pengeluaran besar tak terduga, tetapi juga dipengaruhi oleh kebiasaan kecil sehari-hari yang dianggap sepele.
Tanpa disadari, beberapa rutinitas yang tampak biasa ternyata secara perlahan menggerogoti stabilitas keuangan. Berikut rangkuman tujuh kebiasaan umum yang ternyata berdampak negatif pada kondisi finansial banyak orang di Indonesia.
- Belanja Impulsif Saat Scroll Media Sosial
Keberadaan fitur flash sale, checkout sekali klik, dan konten influencer membuat belanja impulsif menjadi salah satu penyebab utama bocornya dompet. Algoritma media sosial yang semakin personal membuat pengguna kerap melihat produk yang sesuai minat, sehingga sulit menahan diri.
Akibatnya, tanpa perencanaan, banyak orang membeli barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Ketika dilakukan berulang, kebiasaan ini menggerus dana bulanan dan membuat tabungan semakin tipis.
- Tidak Mencatat Pengeluaran Harian
Kebiasaan ini terdengar sederhana, tetapi sangat berpengaruh. Banyak orang merasa sudah “hemat”, padahal tanpa pencatatan, pengeluaran kecil seperti parkir, jajan, atau ongkos transportasi sering tidak terlihat.
Tanpa catatan, seseorang sulit mengetahui bocor halus yang terjadi pada anggaran. Pada akhir bulan, saldo tiba-tiba habis tanpa kejelasan arah pemakaian. Kesalahan kecil ini menjadi salah satu penyebab paling umum kondisi keuangan memburuk.
- Terlalu Sering Beli Makanan dan Minuman Siap Saji
Fenomena coffee-to-go dan layanan delivery makanan kini menjadi gaya hidup. Sayangnya, kebiasaan ini diam-diam menyedot banyak uang. Secangkir kopi harian seharga Rp25.000 misalnya, jika dibeli setiap hari, bisa mencapai lebih dari Rp700.000 per bulan.
Begitu pula dengan makanan siap saji, yang selain mahal, sering dipesan karena alasan praktis. Meskipun memudahkan, pengeluaran ini jauh lebih besar dibanding memasak di rumah.
- Menganggap “Cicilan Kecil” Tidak Berbahaya
Promo cicilan 0% sering dianggap aman, padahal jika diambil untuk beberapa produk sekaligus, total cicilan bulanan bisa membengkak. Banyak orang merasa cicilan kecil tidak masalah, hingga akhirnya menumpuk dan menekan cashflow bulanan.
Selain itu, penggunaan kartu kredit tanpa kontrol dapat menjerumuskan pada pembayaran bunga tinggi jika terlambat melunasi tagihan.
- Menunda Menabung dan Berinvestasi
Banyak pekerja muda merasa gaji mereka belum cukup untuk menabung atau berinvestasi. Padahal, menunda kebiasaan ini berarti kehilangan kesempatan memanfaatkan waktu untuk pertumbuhan dana.
Tanpa dana darurat atau instrumen investasi dasar, seseorang akan kesulitan menghadapi situasi tak terduga seperti sakit, kehilangan pekerjaan, atau kondisi mendesak lainnya. Kebiasaan menunda ini sering menjadi faktor yang secara signifikan memengaruhi ketidakstabilan finansial jangka panjang.
- Mengikuti Gaya Hidup Teman atau Lingkungan
Pergaulan dapat menjadi tekanan tersendiri. Banyak orang merasa perlu menyesuaikan gaya hidup dengan teman sebaya misalnya nongkrong di kafe mahal, membeli gadget terbaru, atau liburan dadakan agar dianggap “tidak ketinggalan zaman”.
Padahal setiap orang memiliki kemampuan finansial berbeda. Mengikuti gaya hidup yang tidak sesuai pendapatan hanya akan membuat pengeluaran jauh melampaui batas, dan pada akhirnya menurunkan kondisi keuangan sendiri.
- Tidak Melakukan Evaluasi Keuangan Bulanan
Selain mencatat pengeluaran, banyak orang melewatkan evaluasi bulanan. Padahal, evaluasi penting untuk mengetahui apakah anggaran berjalan sesuai rencana, apakah ada pemborosan, serta bagian mana yang perlu diperbaiki.
Tanpa evaluasi, seseorang cenderung mengulang kesalahan bulan sebelumnya. Kebiasaan ini menyebabkan masalah finansial bersifat berulang dan sulit terkendali.