Bappenas Luncurkan Dana Inovasi Teknologi untuk Mitigasi Risiko Iklim

Bappenas Luncurkan Dana Inovasi Teknologi untuk Mitigasi Risiko Iklim

CERMAT KITA – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) secara resmi meluncurkan Dana Inovasi Teknologi (Innovation and Technology Fund/ITF). Inisiatif pendanaan ini digagas sebagai langkah strategis dan terobosan nyata pemerintah dalam mempercepat upaya mitigasi dan adaptasi terhadap risiko perubahan ikiklim yang semakin nyata dirasakan di Indonesia. Peluncuran ITF ini menjadi penanda komitmen serius Indonesia untuk memperkuat ketahanan nasional melalui basis ilmu pengetahuan dan teknologi.

Mendukung Komitmen Iklim dan Kebutuhan Pendanaan Besar

Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, dalam sambutannya menekankan bahwa ITF merupakan respons vital terhadap tuntutan global dan nasional dalam menghadapi krisis iklim. Program ini dirancang untuk memenuhi komitmen iklim Indonesia yang tertuang dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (Enhanced NDC), yang menargetkan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara ambisius.

Bappenas memperkirakan bahwa untuk mencapai target Enhanced NDC, Indonesia membutuhkan pendanaan iklim yang sangat besar, mencapai angka sekitar US$757,6 miliar atau sekitar Rp12.593 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.620 per dolar AS) hingga tahun 2035. Jumlah fantastis ini tidak mungkin dipenuhi hanya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, ITF hadir sebagai katalis untuk memobilisasi sumber pendanaan alternatif, termasuk dari sektor swasta, filantropi, serta lembaga-lembaga pembangunan internasional, yang memiliki potensi besar di Indonesia.

“Pengembangan basis pengetahuan melalui riset, teknologi, dan inovasi terkait perubahan iklim adalah keharusan. Kebijakan yang kita susun harus berbasis bukti (evidence based policy),” ujar Menteri Rachmat.

Fokus pada Ekonomi Hijau dan Pertumbuhan Berkelanjutan

Dana Inovasi Teknologi ini akan difokuskan untuk mendukung proyek-proyek inovatif yang sejalan dengan visi Ekonomi Hijau. Konsep ini diangkat sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya mengejar target PDB, namun juga menyeimbangkan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan serta menjamin prinsip keberlanjutan. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi antara 5 hingga 8 persen dalam kerangka pembangunan yang berketahanan iklim.

Beberapa area yang menjadi prioritas pendanaan ITF meliputi:

  • Pengembangan Energi Terbarukan: Teknologi baru untuk penyimpanan energi, peningkatan efisiensi, dan pengembangan sumber energi bersih alternatif.
  • Pertanian dan Ketahanan Pangan: Inovasi bibit unggul tahan iklim, teknologi irigasi cerdas, dan praktik pertanian rendah emisi.
  • Ekonomi Sirkular: Solusi teknologi untuk pengelolaan limbah, daur ulang yang efisien, dan pengurangan emisi di sektor industri.
  • Infrastruktur Berketahanan Iklim: Pengembangan teknologi dan material untuk infrastruktur yang mampu menahan dampak bencana alam yang dipicu oleh perubahan iklim.
  • Teknologi Pemantauan dan Peringatan Dini: Sistem informasi geografis (SIG) dan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk prediksi dan peringatan dini bencana.

Memperkuat Ekosistem Inovasi

Peluncuran ITF juga diharapkan dapat menciptakan ekosistem inovasi yang lebih kuat di tanah air. Dengan adanya kepastian pendanaan, para peneliti, akademisi, perusahaan rintisan (startup), dan sektor swasta didorong untuk lebih agresif dalam menghasilkan solusi teknologi yang relevan dengan tantangan iklim Indonesia.

Kepala Bappenas juga mengingatkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pembiayaan iklim. Selain mengandalkan dukungan internasional, potensi dana dari kegiatan filantropi pengusaha domestik diperkirakan bisa mencapai ratusan triliun rupiah, yang dapat disinergikan dengan program ITF. Dengan menggabungkan kekuatan sektor publik, swasta, dan filantropi, diharapkan kebutuhan pendanaan iklim yang sangat besar dapat teratasi.

Langkah ini mempertegas bahwa penanganan perubahan iklim bukan lagi hanya masalah lingkungan, melainkan telah menjadi pilar utama dalam perencanaan pembangunan jangka panjang Indonesia, sejalan dengan visi menuju Indonesia Emas 2045. Momentum ini diharapkan menjadi pemacu bagi seluruh pemangku kepentingan untuk mendorong inovasi dan teknologi guna memperkuat ketahanan Indonesia terhadap perubahan iklim.