CERMAT KITA – Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025–2026, permintaan terhadap bahan pangan pokok mengalami peningkatan signifikan di wilayah Jakarta Timur. Dua komoditas utama yang menjadi sorotan adalah cabai khususnya cabai rawit merah dan telur ayam ras. Kedua komoditas ini menunjukkan tren kenaikan harga yang cukup signifikan dalam beberapa pekan terakhir, meskipun stok pangan secara keseluruhan dinyatakan masih aman oleh pemerintah daerah setempat.
Wali Kota Jakarta Timur, Munjirin, menyatakan bahwa kenaikan harga cabai dan telur berada di kisaran 15–20 persen dari harga normal sebelum masa liburan. Pernyataan ini disampaikan saat pihaknya melakukan pengawasan keamanan pangan segar di pasar lokal, khususnya di wilayah Kelurahan Pondok Bambu, Duren Sawit. Menurut Munjirin, kenaikan tersebut merupakan fenomena musiman yang biasa terjadi menjelang libur panjang karena adanya lonjakan permintaan dari rumah tangga dan pelaku usaha kuliner.
Meski begitu, Munjirin memastikan bahwa ketersediaan stok kedua komoditas tersebut masih mencukupi kebutuhan masyarakat di Jakarta Timur selama periode Nataru. Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur bersama dinas terkait terus melakukan pengawasan ketat untuk memastikan ketersediaan pangan tetap aman dan harga tidak melambung secara tidak wajar.
Tren Harga Cabai dan Telur di Pasar
Data terbaru dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional yang dikelola Bank Indonesia menunjukkan bahwa harga cabai rawit merah di tingkat pedagang eceran telah mencapai sekitar Rp79.400 hingga Rp80.800 per kilogram. Di lain pihak, telur ayam ras berada di kisaran Rp32.800–Rp32.850 per kilogram dalam beberapa hari terakhir. Pergerakan harga ini merupakan salah satu indikator fluktuasi yang terjadi seiring dengan peningkatan permintaan di pasar tradisional maupun pasar modern.
Perbandingan dengan data awal Desember memperlihatkan bahwa harga cabai mengalami kenaikan cukup drastis. Pada awal Desember, cabai rawit merah sempat berada di kisaran Rp65.400 per kilogram, sedangkan telur ayam sekitar Rp32.250 per kilogram. Hal ini menunjukkan bahwa hanya dalam beberapa minggu, harga cabai rawit melonjak cukup tinggi, sedangkan harga telur relatif lebih stabil namun tetap naik sedikit dari pekan sebelumnya.
Peningkatan harga cabai ini juga sejalan dengan tren nasional. Beberapa wilayah lain di Indonesia, seperti Makassar dan Banyumas, turut mencatat lonjakan harga cabai menjelang Nataru, dengan cabai rawit dijual lebih dari Rp60 ribu per kilogram bahkan lebih di beberapa pasar tradisional. Trend kenaikan serupa juga terjadi di pasar-pasar besar di Jakarta.
Penyebab Kenaikan Harga
Pakar ekonomi dan pelaku pasar menyebutkan beberapa faktor yang menjadi penyebab kenaikan harga cabai dan telur di Jakarta Timur. Pertama, kenaikan permintaan akibat libur panjang Nataru mendorong banyak rumah tangga memperbesar stok bahan pangan di rumah. Selain itu, permintaan dari usaha makanan, katering, dan hotel yang bersiap menghadapi periode liburan turut berkontribusi terhadap kenaikan harga kedua komoditas tersebut.
Faktor lain yang turut memengaruhi harga cabai adalah ketidakstabilan pasokan dari daerah sentra produksi akibat cuaca ekstrem, intensitas hujan tinggi, dan gangguan distribusi di beberapa wilayah. Kondisi cuaca yang kurang menentu telah memengaruhi waktu panen dan kualitas hasil produksi, sehingga berdampak pada jumlah pasokan yang masuk ke pasar. Di sisi lain, orang tua petani juga menghadapi biaya operasional yang meningkat, termasuk biaya transportasi dan pupuk, yang turut menaikkan harga jual di tingkat petani.
Sedangkan untuk telur ayam, meskipun kenaikannya tidak setinggi cabai, tetap dipengaruhi oleh faktor permintaan dan biaya produksi. Inflasi pangan yang dialami sepanjang tahun 2025 telah membuat harga telur bergerak naik tipis, meskipun pasokan secara umum masih cukup stabil di tingkat peternak. Hal ini juga terlihat dari data kenaikan harga telur relatif lebih moderat dibandingkan komoditas lain seperti cabai atau bawang merah.
Respons Pemerintah dan Upaya Stabilitas Harga
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian telah menyiapkan sejumlah langkah untuk meredam lonjakan harga, termasuk melalui pasar murah dan operasi pasar pangan bersubsidi di berbagai titik kota. Program pasar murah ini bertujuan membantu masyarakat tetap mendapatkan bahan pokok dengan harga yang terjangkau selama periode Nataru. Program sejenis sebelumnya juga telah dilakukan sejak awal Desember di berbagai wilayah Jakarta untuk membantu menstabilkan harga pangan pokok.
Selain pasar murah, pemerintah daerah juga terus melakukan monitoring harga dan stok pangan secara berkala. Tim pengawas melakukan pemeriksaan di pasar tradisional dan supermarket untuk memastikan tidak ada praktik penimbunan barang atau lonjakan harga yang tidak wajar.
Dampak pada Konsumen dan Tips Hemat
Kenaikan harga cabai dan telur tentu berdampak pada daya beli konsumen, terutama bagi rumah tangga berpenghasilan rendah dan pelaku UMKM yang bergantung pada kedua komoditas ini. Cabai, sebagai salah satu bumbu utama masakan Indonesia, memberikan tekanan langsung pada biaya pangan rumah tangga. Konsumen dianjurkan untuk merencanakan pembelian dengan bijak, memanfaatkan promo harga atau membeli dalam jumlah yang diperlukan saja untuk menghindari pemborosan.
Beberapa konsumen memilih berbelanja di pasar tradisional atau pasar grosir untuk mendapatkan harga yang relatif lebih murah dibandingkan supermarket, sementara yang lain memanfaatkan kegiatan bersama-sama (bulk buying) dengan tetangga atau komunitas lokal untuk mendapatkan harga lebih hemat.