Disindir Anggota DPR Soal Menteri Mundur, Raja Juli: Saya Siap Dievaluasi

Disindir Anggota DPR Soal Menteri Mundur, Raja Juli Saya Siap Dievaluasi

CERMAT KITA – Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni secara terbuka menyatakan kesiapannya untuk dievaluasi terkait penanganan bencana hidrometeorologi, khususnya banjir bandang dan tanah longsor yang melanda wilayah Sumatera, termasuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Pernyataan ini disampaikan Raja Juli dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (4/12/2025).

Kesiapan Raja Juli merespons sorotan tajam dari Anggota Komisi IV DPR RI, Rahmat Saleh, yang dalam kesempatan tersebut menyinggung contoh mundurnya dua menteri di Filipina akibat ketidakmampuan mereka dalam menangani bencana banjir di negara tersebut. Rahmat Saleh menekankan betapa berharganya satu nyawa dan menyoroti jumlah korban jiwa yang terus meningkat akibat bencana di Sumatera, yang mencapai hampir 765 orang meninggal dan 650 orang belum ditemukan hingga hari sebelumnya.

“Bapak Menteri yang kami hormati, satu nyawa bagi kita itu sangat berharga. Sekarang hampir 765 meninggal per kemarin, 650 belum kita temukan. Ini bencana besar, bukan main-main,” ujar Rahmat Saleh. Ia kemudian menambahkan, “Jadi bukan sesuatu yang salah juga, kalau menteri yang tidak sanggup mengatasi ini mundur juga. Itu adalah tugas yang mulia menurut saya.”

Menanggapi sindiran keras yang membandingkan situasinya dengan menteri di Filipina, Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini menyatakan bahwa persoalan pergantian posisi di kabinet sepenuhnya merupakan hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto. Meskipun demikian, Raja Juli menegaskan tanggung jawabnya saat ini adalah bekerja semaksimal mungkin untuk mengatasi permasalahan yang ada.

“Saya yakin ya namanya kekuasaan itu milik Allah, dan itu hak prerogatif Presiden. Jadi saya siap dievaluasi,” tegas Raja Juli di hadapan anggota dewan.

Kritik Publik dan Komitmen Bekerja

Raja Juli juga menyinggung kritik dan desakan mundur yang ramai di media sosial, termasuk tagar-tagar yang menyerukan evaluasi kinerjanya pasca-bencana. Ia menilai kritik dari netizen dan masyarakat merupakan bagian dari aspirasi yang harus diterima oleh setiap pejabat publik.

“Saya katakan tadi, kritik netizen kepada saya, saya nggak pernah hapus ya. Itu bagian dari aspirasi kemarahan, itu bahkan mungkin harapan, ekspektasi. Jadi monggo ya,” katanya, menunjukkan sikap terbuka terhadap masukan.

Ia menambahkan, “Tanggung jawab saya hanya bekerja semaksimal mungkin yang saya bisa. Selanjutnya itu hak prerogatif Pak Presiden.”

Penegakan Hukum dan Pencabutan Izin

Dalam kesempatan Rapat Kerja tersebut, Raja Juli juga memaparkan langkah-langkah konkret yang telah dan akan dilakukan Kementerian Kehutanan, terutama dalam kaitannya dengan dugaan keterlibatan praktik penebangan liar (deforestasi) yang disebut-sebut menjadi salah satu pemicu parahnya bencana banjir bandang, yang ditandai dengan hanyutnya kayu-kayu gelondongan.

Raja Juli mengklaim bahwa selama menjabat sebagai Menteri Kehutanan, ia tidak pernah menerbitkan izin penebangan kawasan hutan satu pun. Sebaliknya, ia menegaskan arahan Presiden Prabowo untuk menjaga ketat kawasan hutan dan menindak tegas pelaku alih fungsi hutan secara ilegal.

Ia mengungkapkan bahwa pihaknya telah mencabut 18 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) pada Februari 2025. Lebih lanjut, sebagai tindak lanjut atas bencana di Sumatera, Raja Juli mengumumkan rencana untuk mencabut izin 20 perusahaan pengelola hutan yang berkinerja buruk di seluruh Indonesia, termasuk di tiga provinsi yang terdampak bencana. Ia juga menyebut adanya 12 perusahaan di Sumatera Utara yang terindikasi melanggar hukum sebagai penyebab banjir.

“Gakkum (Penegakan Hukum) kami sedang ada di lapangan dan Insyaallah nanti akan segera kami laporkan kepada Komisi IV dan juga kepada publik hasil dari 12 kurang lebih lokasi atau subjek hukum ini,” jelasnya, seraya menunggu persetujuan Presiden Prabowo Subianto untuk mencabut izin-izin tersebut.

Keterbukaan Raja Juli terhadap evaluasi dan langkah-langkah penegakan hukum ini diharapkan dapat menjadi titik balik untuk perbaikan tata kelola hutan nasional secara menyeluruh, serta meredam desakan publik yang menuntut pertanggungjawaban atas tragedi kemanusiaan yang terjadi di Sumatera.