CERMAT KITA – Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang, Banten, secara resmi menetapkan Status Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi untuk periode yang cukup panjang, mulai dari Desember 2025 hingga Maret 2026. Keputusan penting ini diambil sebagai respons cepat dan antisipatif terhadap peringatan dini yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengenai potensi cuaca ekstrem, curah hujan di atas normal, dan anomali iklim global yang diperkirakan akan melanda wilayah tersebut hingga awal tahun mendatang.
Penetapan status siaga darurat ini bertujuan untuk memastikan kesiapsiagaan seluruh komponen di Kota Tangerang, baik dari jajaran pemerintah, aparat keamanan, dunia usaha, hingga relawan dan masyarakat, dalam menghadapi risiko bencana hidrometeorologi, terutama banjir dan tanah longsor, yang menjadi ancaman tahunan saat musim penghujan.
Komando Satu Langkah Menghadapi Ancaman Iklim
Wali Kota Tangerang, Sachrudin, dalam apel siaga bencana yang melibatkan lebih dari 700 personel gabungan dari berbagai instansi di Lapangan Parkir Situ Cipondoh, menegaskan bahwa status siaga darurat ini bukanlah sekadar formalitas administratif, melainkan sebuah seruan kolektif untuk meningkatkan kewaspadaan bersama.
“Ini bukan formalitas. Ini ajakan untuk meningkatkan kesiapsiagaan bersama,” tegas Sachrudin di hadapan peserta apel. “Sederhana saja, ketika kita siap, biasanya musibah memilih jalan lain. Tapi kalau kita lengah, genangan kecil pun bisa berubah jadi bencana,” tambahnya, menekankan perlunya perubahan paradigma penanganan bencana dari reaktif menjadi proaktif.
Merujuk pada hasil analisis BMKG, Kota Tangerang diprediksi akan mengalami puncak musim hujan dengan intensitas yang lebih tinggi, bahkan berpotensi berada di atas rata-rata normal akibat adanya anomali iklim global. Periode kritis ini, yang puncaknya diperkirakan terjadi pada Januari hingga Februari 2026, menuntut mobilisasi sumber daya yang optimal.
Fokus Mitigasi: Kebersihan dan Kolaborasi Lintas Sektoral
Dalam arahannya, Wali Kota menyoroti bahwa bencana hidrometeorologi tidak hanya dipicu oleh tingginya curah hujan, tetapi juga oleh faktor lingkungan dan perilaku manusia. Permasalahan klasik seperti penyumbatan saluran air oleh sampah, penumpukan sedimen, dan tidak berfungsinya sistem drainase secara optimal, dinilai merusak keseimbangan lingkungan dan memperparah dampak banjir.
“Saluran tersumbat sampah, sedimen menumpuk, drainase tidak berfungsi semua itu merusak keseimbangan lingkungan. Mengembalikan keseimbangan dimulai dari hal paling sederhana: menjaga kebersihan,” jelasnya.
Untuk memaksimalkan upaya pencegahan dan penanganan, Pemkot Tangerang menginstruksikan seluruh jajaran, terutama camat dan lurah, untuk segera memastikan kesiapsiagaan di wilayah masing-masing. Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan meliputi pemeliharaan dan normalisasi drainase secara berkala, pemetaan ulang titik-titik rawan banjir, serta mobilisasi dan pelatihan relawan di tingkat komunitas.
Prinsip “satu komando” menjadi kunci utama dalam operasi penanganan bencana. “Tidak boleh ada ego sektoral. Bencana adalah urusan kita semua. Pemerintah, aparat, dunia usaha, dan relawan harus bergerak dalam satu komando,” kata Sachrudin, memastikan koordinasi lintas instansi berjalan efektif dan cepat tanggap.
Kesiapsiagaan Logistik dan Bantuan Lintas Daerah
Selain kesiapsiagaan personel dan teknis, Pemkot Tangerang juga telah menyiapkan langkah antisipatif di sektor logistik. Dinas Sosial (Dinsos) telah menerapkan buffer stock atau stok cadangan logistik bantuan yang memadai untuk tiga bulan ke depan, memastikan kebutuhan dasar warga terdampak dapat terpenuhi tanpa jeda saat bencana terjadi.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tangerang, Mahdiar, mengapresiasi dukungan Pemkot dan DPRD dalam penguatan peralatan kebencanaan selama tahun 2025. Fokus saat ini adalah melengkapi peralatan yang masih kurang, khususnya untuk penanganan banjir dan kebakaran, serta terus meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat agar memiliki kesadaran bencana yang tinggi.
Menariknya, di tengah upaya siaga internal, Pemkot Tangerang juga menunjukkan solidaritas regional. Wali Kota Sachrudin menginstruksikan pengiriman personel BPBD dan tim medis ke wilayah-wilayah di Sumatra yang saat ini tengah menghadapi bencana.
“Bencana tidak mengenal batas wilayah dan membutuhkan respons cepat lintas daerah. Kami menyampaikan duka cita mendalam, dan personel telah diinstruksikan untuk membantu penanganan di daerah terdampak,” tutupnya.
Penetapan Status Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi ini menjadi pengingat bagi seluruh warga Kota Tangerang bahwa kewaspadaan adalah pertahanan pertama. Dengan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat yang sadar bencana, diharapkan dampak dari cuaca ekstrem yang diperingatkan oleh BMKG dapat diminimalkan, demi menjaga Kota Tangerang tetap aman dan sentosa.